:: 2D, 3D and the latest HD ::

Friday, October 22, 2010

marah itu lemah~

"uztaz, saya ni cepat sangat marah akhir2 ni uztaz... saya pun dah tak tau nak buat macam mana uztaz.."


"Atan, marah itu lumrah manusia. hatta nabi SAW pun marah. Sapa yang xtau nak marah bukan manusia. Apa yang boleh ATAN buat adalah mengawal bukan membuang marah. Nabi SAW juga menunjukkan kemarahan Baginda seperti memerahkan muka dan sebagainya. Nabi SAW tidak bertindak secara melulu...



Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin mengatakan, “Barangsiapa tidak marah, maka ia lemah dari melatih diri. Yang baik adalah mereka yang marah namun bisa menahan dirinya.”


marah ni ada dua, 
marah yang mahmudah (terpuji)
dan marah yang mazmumah (yang dikeji)


jadi renung balik kenapa kita marah. adakah kita marah kerana Allah SWT Taala atau kerana nafsu?






dalam satu majlis yg turut disertai oleh Nabi SAW, Saidina Abu Bakar dimaki hamun oleh seorang sahabat lain. Walaupun dihina, Saidina Abu Bakar hanya mendiamkan diri. hanya selepas beberapa lama dihina barulah Saidina Abu Bakar membalas cercaan sahabat itu.. dan ketika itu juga nabi SAW keluar daripada majlis itu..."




maka, Saidina Abu Bakar bertanya mengapa Baginda keluar daripada majlis itu.. Baginda SAW menjawab, 
"ketika engkau membalas kata-katanya, ku lihat syaitan datang ke majlis ini dan aku tidak mahu berada dalam majlis yang ada syaitan di dalamnya"



adalah hak Saidina Abu Bakar untuk membalas kembali cercaan sahabat itu tadi namun Nabi SAW lebih suka jika beliau mendiamkan diri.



Allah berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran :133-134).



Daripada Abu Hurairah, bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah, “Berwasiatlah kepadaku.” Beliau bersabda, Jangan menjadi seorang pemarah”. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda, “janganlah menjadi orang pemarah.” (HR. Bukhari).



Rasulullah bersabda, “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gusti tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari Muslim).



Orang yang bertakwa adalah mampu menahan marah dengan tidak melampiaskan kemarahan walaupun sebenarnya ia mampu melakukannya. Kata al-Kazhimiin berarti penuh dan menutupnya dengan rapat, seperti wadah yang penuh dengan air, lalu ditutup rapat agar tidak tumpah. Ini mengisyaratkan bahwa perasaan marah, sakit hati, dan keinginan untuk menuntut balas masih ada, tapi perasaan itu tidak dituruti melainkan ditahan dan ditutup rapat agar tidak keluar perkataan dan tindakan yang tidak baik.



Dari Anas Al Juba’i, bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau.” (HR. Ahmad).



Rasulullah tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya dan Baginda SAW sangat marah ketika melihat atau mendengar sesuatu yang dibenci Allah, maka beliau tidak diam, beliau marah dan berbicara. Ketika Rasulullah melihat kelambu rumah Aisyah ada gambar makhluk hidupnya (yaitu gambar kuda bersayap) maka merah wajah Beliau dan bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah orang membuat gambar seperti gambar ini.” (HR. Bukhari Muslim).







Nabi Shalallahu alaihi wasallam juga marah terhadap seorang sahabat yang menjadi imam solat dan terlalu panjang bacaannya dan beliau memerintahkan untuk meringankannya. Tetapi RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلمtidak pernah marah karena peribadinya.



RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : artinya : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu berbicara yang benar ketika marah dan ridha.” (Hadits shahih riwayat Nasa’i) Al Imam Ath Thabari rahimahullah meriwayatkan hadits Anas : “Tiga hal termasuk akhlak keimanan yaitu : orang yang jika marah kemarahannya tidak memasukkan ke dalam perkara batil, jika senang maka kesenangannya tidak mengeluarkan dari kebenaran dan jika dia mampu dia tidak melakukan yang tidak semestinya.” Maka wajib bagi setiap muslim menempatkan nafsu amarahnya terhadap apa yang dibolehkan oleh Allah سبحانه وتعالى, tidak melampaui batas terhadap apa yang dilarang sehingga nafsu dan syahwatnya menyeret kepada kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran.


habis nak buat macam mana??



Cara Menghilangkan Kemarahan


Lalu, bagaimanakah cara mengendalikan MARAH tersebut? RasuluLLah صلى الله عليه وآله وسلم mangajarkan cara-cara menghilangkan kemarahan dan cara menghindari kesan negatifnya, diantaranya adalah:

  1. Membaca ta’awudz ketika marah.
    Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim rahimakumullah meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Surod Radliyallahu ‘anhu : “Ada dua orang saling mencela di sisi Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan kami sedang duduk di samping Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم . Salah satu dari keduanya mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai memerah wajahnya. Maka Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia mengucapkan : ‘Audzubillahi minasy Syaithani rrajiim’. Maka mereka berkata kepada yang marah tadi : Tidakkah kalian dengar apa yang disabdakan nabi? Dia menjawab : Aku ini bukan orang gila.”

  2. Dengan duduk
    Apabila dengan ta’awudz kemarahan belum hilang maka disyariatkan dengan duduk, tidak boleh berdiri. Al Imam Ahmad dan Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radliyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri duduklah, jika belum hilang maka berbaringlah.” Hal ini karena marah dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh lagi dari duduk dan berdiri.

  3. Tidak bicara
    Diam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain. Dalam hadits disebutkan :“Apabila diantara kalian marah maka diamlah.” Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad)

  4. Berwuduk
    Sesungguhnya marah itu dari setan. Dan setan itu diciptakan dari api maka api itu bisa diredam dengan air, demikian juga sifat marah bisa diredam dengan berwudlu. RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : ”Sesungguhnya marah itu dari syaithan dan syaithan itu dicipta dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila diantara kalian marah berwudlulah.” (HR. Ahmad dan yang lainnya dengan sanad hasan)
  5. Sesungguhnya marah itu berasal dari setan dan setan diciptakan dari api, dan api hanyalah dapat dipadamkan dengan air.  Apabila di antara kalian marah, hendaklah berwudlu.”[HR. Ahmad dan Abu Daud]


"Ya Rabbi, saksikanlah pengakuanku bahawa aku hamba yang sangat lemah."



No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...